DOSEN : Sulasmi,SKM.,M.Kes
MATA
KULIAH : PVBP-B
MAKALAH
TENTANG PESTISIDA ORGANOFOSFAT

DISUSUN
OLEH :
Kelompok IV
HENDRA RURU PO.71.3.221.13.1.020
AGATA
VALENZ T. PO.71.3.221.13.1.002
DUHRYATI
AZNIDAR PO.71.3.221.13.1.009
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
TAHUN AJARAN 2015/2016
PRODI DIII
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pestisida
telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman
dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah tangga untuk
memberantas nyamuk, kepinding, kecoa dan berbagai serangga penganggulainnya.
Dilain pihak pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada orang.
Kematian yang disebabkan oleh keracunan pestisida banyak dilaporkan baik karena
kecelakaan waktu menggunakannya, maupun karena disalah gunakan (untuk bunuh diri). Dewasa ini bermacam-macam jenis
pestisida telah diproduksi dengan usaha mengurangi efek samping yang dapat
menyebabkan berkurangnya daya toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik pada
serangga.Diantara jenis atau pengelompokan pestisida tersebut diatas, jenis
insektisida banyak digunakan di negara berkembang, sedangkan herbisida banyak
digunakan di negara yang sudah maju. Dalam beberapa data Negara-negara yang
banyak menggunakan pestisida adalah sebagai berikut :Amerika Serikat 45%, Eropa
Barat 25%, Jepang 12%, Negara berkembang lainnya 18%. Dari data tersebut
terlihat bahwa negara berkembang seperti Indonesia, penggunaan pestisida masih
tergolong rendah. Bila dihubungkan dengan pelestarian lingkungan maka
penggunaan pestisida perlu diwaspadai karena akan membahayakan kesehatan bagi
manusia ataupun makhluk hidup lainnya.
Pestisida (sida, cide = racun) sampai kini masih
merupakan salah satu cara utama yang digunakan dalam pengendalian hama. Yang
dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan
pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan
virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis),
siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan.
Di Indonesia pestisida banyak digunakan baik dalam
bidang pertanian maupun kesehatan. Di bidang pertanian pemakaian pestisida
dimaksudkan untuk meningkatkan produksi pangan. Banyaknya frekuensi serta
intensitas hama dan penyakit mendorong petani semakin tidak bisa menghindari
pestisida. Di bidang kesehatan, penggunaan pestisida merupakan salah satu cara
dalam pengendalian vektor penyakit. Pengguaan pestisida dalam pengendalian
vektor penyakit sangat efektif diterapkan terutama jika populasi vektor
penyakit sangat tinggi atau untuk menangani kasus yang sangat menghawatirkan
penyebarannya.
Pestisida merupakan racun yang mempunyai nilai
ekonomis terutama bagi petani. Pestisida memiliki kemampuan membasmi organisme
selektif (target organisme), tetatpi pada praktiknya pemakaian pestisida dapat
menimbulkan bahaya pada organisme non target. Dampak negatif terhadap organisme
non target meliputi dampak terhadap lingkungan berupa pencemaran dan
menimbulkan keracunan bahkan dapat menimbulkan kematian bagi manusia.
Petani merupakan kelompok kerja
terbesar di Indonesia. Meski ada kecenderungan semakin menurun, angkatan kerja
yang bekerja pada sektor pertanian, masih berjumlah sekitar 40% dari angkatan
kerja. Banyak wilayah Kabupaten di Indonesia yang mengandalkan pertanian,
termasuk perkebunan sebagai sumber Penghasilan Utama Daerah (PAD).
Untuk meningkatkan hasil pertanian yang
optimal, dalam paket intensifikasi pertanian diterapkan berbagai teknologi,
antara lain penggunan agrokimia (bahan kimia sintetik). Penggunaan agrokimia,
diperkenalkan secara besar-besaran (massive) menggantikan kebiasan atau
teknologi lama, baik dalam hal pengendalian hama maupun pemupukan tanaman.
Pestisida
organofosfat masuk ke dalam tubuh, melalui alat pencernaan atau digesti,
saluran pernafasan atau inhalasi dan melalui permukaan kulit yang tidak
terlindungi atau penetrasi. Pengukuran tingkat keracunan berdasarkan aktifitas
enzim kholinesterase dalam darah, penentuan tingkat keracunan adalah sebagai
berikut ; 75% - 100% katagori normal; 50% - < 75% katagori keracunan ringan;
25% - <50% katagori keracunan sedang; 0% - <25% katagori keracunan berat.
Keluarga
petani merupakan orang yang mempunyai risiko keracunan pestisida, hal ini
karena selalu kontak dengan petani penyemprot, tempat penyimpanan pestisida,
peralatan aplikasi pestisida, yang dapat menimbulkan kontaminasi pada air,
makanan dan peralatan yang ada di rumah. Keracunan terjadi disebabkan kurang
mengertinya keluarga petani akan bahaya pestisida, masih banyaknya petani yang
menggunakan pestisida yang kurang memperhatikan dan megikuti cara-cara
penangganan yang baik dan aman, sehingga dapat membahayakan pada keluarga
petani.
B. Tujuan
1. Untuk Memahami Apa yang dimaksud
dengan Pestisida Organofosfat
2. Untuk Memahami Pestisida Golongan
Organofosfat
3. Untuk Mengetahui Diagnosis Keracunan
Pestisida Ortganofosfat
C. Mamfaat
Agar
makalah ini
diharapkan dapat memberikan manfaat pada penulis khususnya, maupun para
pembaca. Manfaat tersebut baik dari segi pengetahuan dan pemahaman mendalam
mengenai Penggunaan Pestisida Organofosfat..
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Dasar Teori
Pestisida
berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida yang berasal dari kata caedo
berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai pembunuh
hama..Secara umum pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan
untuk mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang
secara langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan manusia (Sartono,
2001). USEPA dalam Soemirat (2005) menyatakan pestisida sebagai zat atau
campuran zat yang digunakan untuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau memusuhi
hama dalam bentuk hewan, tanaman, dan mikroorganisme penggangu.
Pestisida adalah subtansi yang
digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama. Kata
pestisida berasal dari kata pest yang berarti
hama dan cida yang berarti pembunuh. Jadi secara sederhana pestisida diartikan sebagai pembunuh hama yaitu tungau, tumbuhan
pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan
oleh fungi, bakteri, virus, nematoda, siput, tikus,
burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Menurut Permenkes RI, No.258/Menkes/Per/III/1992 Semua zat kimia/bahan lain
serta jasad renik
dan virus yang digunakan untuk
membrantas atau mencegah hama-hama dan penyakit
yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil pertanian, memberantas gulma, mengatur/merangsang pertumbuhan tanaman
tidak termasuk pupuk, mematikan dan mencegah hama-hama liar pada
hewan-hewan peliharaan dan ternak,
mencegah/memberantas hama-hama air, memberantas/mencegah
binatang-binatang dan jasad renik dalam rumah tangga,
bangunan dan alat-alat angkutan, memberantas dan mencegah binatang-binatang termasuk serangga yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu
dilindungi dengan penggunaan pada tanaman,
tanah dan air.
Pengertian
pestisida menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 dalam Kementrian
Pertanian (2011) dan Permenkes RI No.258/Menkes/Per/III/1992 adalah semua zat
kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
1.
Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang
merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.
2.
Memberantas rerumputan
3.
Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak
diinginkan
4.
Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan
peliharaan atau ternak
5.
Memberantas
atau mencegah hama-hama air
6.
Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan
jasad-jasad renik dalam bangunan rumah tangga alat angkutan, dan alat-alat
pertanian
7.
Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan tanaman, tanah dan air.
Menurut PP
RI No.6 tahun 1995 dalam Soemirat (2005), pestisida juga didefinisikan sebagai
zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh dan perangsang tubuh, bahan lain,
serta mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman.
Menurut
Depkes (2004) dalam Rustia (2009), pestisida kesehatan masyarakat adalah
pestisida yang digunakan untuk pemberantasan vektor penyakit menular (serangga,
tikus) atau untuk pengendalian hama di rumah-rumah, pekarangan, tempat kerja,
tempat umum lain, termasuk sarana angkutan dan tempat penyimpanan/pergudangan.
Pestisida terbatas adalah pestisida yang karena sifatnya (fisik dan kimia) atau
karena daya racunnya, dinilai sangat berbahaya bagi kehidupan manusia dan
lingkungan, oleh karenanya hanya diizinkan untuk diedarkan, disimpan dan
digunakan secara terbatas.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pestisida Organofosfat
Organofosfat
adalah insektisida yang paling toksik di antara jenis pestisida lainnya dan sering
menyebabkan keracunan pada manusia.Bila tertelan, meskipun hanya dalam jumlah
sedikit, dapat menyebabkan kematian pada manusia.Organofosfat menghambat aksi
pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan
pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis acetylcholine
menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah
acetylcholine meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik
pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala
keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.
Walaupun
memiliki sifat toksisitas yang tinggi, tetapi penggunaan organofosfat untuk
pengobatan pada manusia tetap dilakukan berbagai studi untuk mengambil efek terapeutik
dari organofosfat (Lindell, 2003).Pada sekitar tahun 1930 sintesis penghambat
kolineterase pertama kali dipakai untuk penyakit gangguan otonom pada otot
rangka pada pengobatan Parkinsonisme. Studi kemudian dilanjutkan pada takrin
yang merupakan penghambat kolineterase pertama pada pengobatan penyakit
Alzheimerdan dilepaskan pada pengobatan klinik pada tahun 1993 (Dyro, 2006).
Racun
adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung,
suntikan dan absorpsi melalui kulit atau digunakan terhadap organisme hidup
dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan atau mengganggu dengan serius
fungsi hati atau lebih organ atau jaringan(Mc Graw-Hill Nursing Dictionary).
intoksikasi
adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran pencernaan,
saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala klinis.
B. Pestisida Golongan Organofosfat
Pestisida
yang termasuk ke dalam golongan organofosfat antara lain : Azinophosmethyl,
Chloryfos, Demeton Methyl, Dichlorovos, Dimethoat, Disulfoton, Ethion,
Palathion, Malathion, Parathion, Diazinon, Chlorpyrifos.
Senyawa Organofosfat merupakan penghambat yang kuat dari enzim
cholinesterase pada syaraf. Asetyl cholin berakumulasi pada persimpangan
persimpangan syaraf (neural jungstion) yang disebabkan oleh aktivitas
cholinesterase dan menghalangi penyampaian rangsangan syaraf kelenjar dan
otot-otot. Golongan ini sangat toksik untuk hewan bertulang belakang. Organofosfat
disintesis pertama kali di Jerman pada awal perang dunia ke-II.

Pestisida yang termasuk dalam golongan organofosfat antara lain
1.
Asefat
Diperkenalkan pada tahun 1972. Asefat berspektrum luas untuk mengendalikan
hama-hama penusuk-penghisap dan pengunyah seperti aphids, thrips, larva
Lepidoptera (termasuk ulat tanah), penggorok daun dan wereng. LD50 (tikus)
sekitar 1.030 – 1.147 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) > 10.000 mg/kg
menyebabkan iritasi ringan pada kulit (kelinci).
2.
Kadusafos
Merupakan insektisida dan nematisida racun kontak dan racun perut. LD50
(tikus) sekitar 37,1 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) 24,4 mg/kg tidak menyebabkan
iritasi kulit dan tidak menyebabkan iritasi pada mata.
3.
Klorfenvinfos
Diumumkan pada tahun 1962. Insektisida ini bersifat nonsistemik serta
bekerja sebagai racun kontak dan racun perut dengan efek residu yang panjang.
LD50 (tikus) sekitar 10 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 31 – 108 mg/kg.
4.
Klorpirifos
Merupakan insektisida non-sistemik, diperkenalkan tahun 1965, serta bekerja
sebagai racun kontak, racun lambung, dan inhalasi. LD50 oral (tikus) sebesar
135 – 163 mg/kg; LD50 dermal (tikus) > 2.000 mg/kg berat badan.
5.
Kumafos
Ditemukan pada tahun 1952. Insektisida ini bersifat non-sistemik untuk
mengendalikan serangga hama dari ordo Diptera. LD50 oral (tikus) 16 – 41 mg/kg;
LD50 dermal (tikus) > 860 mg/kg.
6.
Diazinon
Pertama kali diumumkan pada tahun 1953. Diazinon merupakan insektisida dan
akarisida non-sistemik yang bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan efek
inhalasi. Diazinon juga diaplikasikan sebagai bahan perawatan benih (seed treatment).
LD50 oral (tikus) sebesar 1.250 mg/kg.
7.
Diklorvos (DDVP)
Dipublikasikan pertama kali pada tahun 1955. Insektisida dan akarisida ini
bersifat non-sistemik, bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan racun
inhalasi. Diklorvos memiliki efek knockdown yang sangat cepat dan digunakan di
bidang-bidang pertanian, kesehatan masyarakat, serta insektisida rumah
tangga.LD50 (tikus) sekitar 50 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 90 mg/kg.
8.
Malation
Diperkenalkan pada tahun 1952. Malation merupakan pro-insektisida yang
dalam proses metabolisme serangga akan diubah menjadi senyawa lain yang beracun
bagi serangga. Insektisida dan akarisida non-sistemik ini bertindak sebagai
racun kontak dan racun lambung, serta memiliki efek sebagai racun inhalasi.
Malation juga digunakan dalam bidang kesehatan masyarakat untuk mengendalikan
vektor penyakit. LD50 oral (tikus) 1.375 – 2.800 mg/lg; LD50 dermal (kelinci)
4.100 mg/kg.
9.
Paration
Ditemukan pada tahun 1946 dan merupakan insektisida pertama yang digunakan
di lapangan pertanian dan disintesis berdasarkan lead-structure yang disarankan
oleh G. Schrader. Paration merupakan insektisida dan akarisida, memiliki mode
of action sebagai racun saraf yang menghambat kolinesterase, bersifat
non-sistemik, serta bekerja sebagai racun kontak, racun lambung, dan racun
inhalasi. Paration termasuk insektisida yang sangat beracun, LD50 (tikus)
sekitar 2 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 71 mg/kg.
10. Profenofos
Ditemukan pada tahun 1975. Insektisida dan akarisida non-sistemik ini
memiliki aktivitas translaminar dan ovisida. Profenofos digunakan untuk
mengendalikan berbagai serangga hama (terutama Lepidoptera) dan tungau. LD50
(tikus) sekitar 358 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) 472 mg/kg.
11. Triazofos
Ditemukan pada tahun 1973. Triazofos merupakan insektisida, akarisida, dan
nematisida berspektrum luas yang bekerja sebagai racun kontak dan racun perut.
Triazofos bersifat non-sistemik, tetapi bisa menembus jauh ke dalam jaringan
tanaman (translaminar) dan digunakan untuk mengendalikan berbagai hama seperti ulat
dan tungau. LD50 (tikus) sekitar 57 – 59 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) >
2.000 mg/kg.
C.
Memahami Diagnosis Keracunan Pestisida Organofosfat
Penegakan diagnosa dari keracunan seringkali dengan mudah
dapat ditegakkan karena keluarga atau pengantar penderita sudah mengatakan
penyebab keracunan atau membawa tempat bahan beracun kepada dokter. Tapi
kadang-kadang kita menemui kesulitan dalam menentukan penyebab keracunan
terutama bila penderita tidak sadar dan tidak ada saksi yang mengetahui
kejadiannya. Diagnosa dari keracunan terutama didasarkan pada anamnesa yang
diambil dari orang tua, keluarga,pengasuh atau orang lain yang mengetahui
kejadiannya.
Pada anamnesa ditanyakan kapan dan bagaimana terjadinya,
tempat kejadian dan kalau mungkin mencari penyebab keracunan. Ditanya pula
kemungkinan penggunaan obat-obatan tertentu atau resep yang mungkin baru
didapat dari dokter. Diusahakan sedapat mungkin agar tempat bekas bahan beracun
diminta untuk melihat isi bahan beracun dan kemudian diselidiki lebih lanjut.
Pemeriksaan fisik sangat penting terutama pada penderita-penderita yang belum
jelas penyebabnya.
1. B A U :
a.
Aceton
: Methanol, isopropyl alcohol, acetyl salicylic acid
b.
Coal gas : Carbon monoksida
c.
Buah
per : Chloralhidrat
d.
Bawang
putih : Arsen, fosfor, thalium, organofosfat
e.
Alkohol
: Ethanol, methanol
f.
Minyak : Minyak tanah atau destilat
minyak
2. K
U L I T :
a.
Kemerahan
: Co, cyanida, asam borax, anticholinergik
b.
Berkeringat
: Amfetamin, LSD, organofosfat, cocain, barbiturate
c.
Kering
: Anticholinergik
d.
Bulla
: Barbiturat, carbonmonoksida
e.
Ikterus : Acetaminofen,
carbontetrachlorida, besi, fosfor, jamur
f.
Purpura
: Aspirin, warfarin, gigitan ular
3. SUHU
TUBUH :
a.
Hipothermia
: Sedatif hipnotik, ethanol, carbonmonoksida, clonidin, fenothiazin
b.
Hiperthermia : Anticholinergik, salisilat, amfetamin, cocain, fenothiazin, theofili.
4. TEKANAN
DARAH :
a.
Hipertensi
: Simpatomimetik, organofosfat, amfetamin .
b.
Hipotensi
: Sedatif hipnotik, narkotika, fenothiazin, clonidin, beta-blocker
5. N
A D I :
a.
Bradikardia
: Digitalis, sedatif hipnotik, beta-blocker, ethchlorvynol.
b.
Tachikardia
: Anticholinergik, amfetamin, simpatomimetik, alkohol, cokain, aspirin,
theofilin
c.
Arithmia : Anticholinergik, organofosfat, fenothiazin, carbonmonoksida, cyanida, beta-blocker.
6. SELAPUT
LENDIR :
a.
Kering
: Anticholinergik
b.
Salivasi : Organofosfat, carbamat
D. Dampak Penggunaan Pestisida
Organofosfat
1. Parathion
Parathion
merupakan phenyl organfosfat yang paling dikenal pada tahun 1946.Ethyl
parathion merupakan derivate phenyl yang pertama dikenalkan secara komersial,
karena sifatnya yang sangat toksik tidak digunakan di rumah.Methyl parathion
dikenalkan 1946 dan lebih banyak digunakan daripada ethyl parathion, karena
methyl parathion kurang toksik untuk manusia dan hewan piaraan.
2. Demeton
Demeton adalah organofosfat pestisida
peringkat 10% bahan kimia yang paling berbahaya teratas. Ini adalah racun
bagi manusia, mamalia lain, organisme air, dan spesies nontarget. Demeton
adalah campuran isomer yang tidak berwarna dan memiliki bau belerang yang kuat
dan sebagai Inhibitor Cholinesterase dan serius menekan sistem saraf.Cholinesterase, atau acetylcholine, yang
diproduksi di hati, adalah salah satu dari banyak enzim penting yang dibutuhkan
untuk berfungsinya sistem saraf manusia, vertebrata lainnya, dan serangga.Hal
ini digunakan sebagai acaricide dan insektisida pada
berbagai tanaman untuk mengendalikan kutu daun, tungau, lalat putih, thrips,
dan leafminers. Demeton sangat beracun bagi manusia. Sejumlah keracunan
dan bahkan beberapa kematian pekerja yang terpapar dalam jumlah besar demeton
telah diamati.Gejala awal keracunan mungkin termasuk keringat berlebihan, sakit
kepala, lemah, pusing, mual, muntah, hiper-air liur, sakit perut, penglihatan
kabur, lakrimasi cadel bicara, buang air kecil, diare dan otot berkedut.
Kemudian mungkin ada kejang-kejang dan koma
3. Malathion
Malathion
termasuk golongan organofosfat parasimpatomimetik, yang berarti berikatan
irreversibel dengan enzim kolinesterase pada sistem saraf serangga.Akibatnya,
otot tubuh serangga mengalami kejang, kemudian lumpuh, dan akhirnya mati.
Malathion digunakan dengan cara pengasapan (fogging). Dosis yang dipakai adalah
5% yaitu campuran antara malathion dan solar sebesar 1:19
Malathion
membunuh insekta dengan cara meracun lambung, kontak langsung dan dengan
uap/pernapasan. Malathion, mempunyai sifat yang sangat khas, dapat menghambat
kerja kolinesterase terhadap asetilkolin (Asetilcholinesterase Inhibitor) di
dalam tubuh. Insektisida mengalami proses biotransformation di dalam darah dan
hati. Sebagian malathion dapat dipecahkan dalam hati mamalia dan penurunan
jumlah dalam tubuh terjadi melalui jalan hidrolisa esterase.
E. Mekanisme Kerja Pestisida
Organofosfat
Pestisida
golongan organofosfat dan karbamat adalah persenyawaan yang tergolong antikholinesterase
seperti physostigmin, prostigmin, diisopropylfluoropphosphat dan karbamat.
Dampak
pestisida terhadap kesehatan bervariasi, antara lain tergantung dari golongan,
intensitas pemaparan, jalan masuk dan bentuk sediaan. Dalam tubuh manusia
diproduksi asetikolin dan enzim kholinesterase. Enzim kholinesterase berfungsi
memecah asetilkolin menjadi kolin dan asam asetat.
Asetilkolin
dikeluarkan oleh ujung-ujung syaraf ke ujung syaraf berikutnya, kemudian diolah
dalam Central nervous system (CNS), akhirnya terjadi gerakan-gerakan
tertentu yang dikoordinasikan oleh otak. Apabila tubuh terpapar secara berulang
pada jangka waktu yang lama, maka mekanisme kerja enzim kholinesterase
terganggu, dengan akibat adanya ganguan pada sistem syaraf.
Di
seluruh sistem persyarafan (the nervous system), terdapat pusat-pusat
pengalihan elektro kemikel yang dinamakan synapses, getaran-getaran
impuls syaraf elektrokemis (electrochemical nerve impulse), dibawa
menyeberangi kesenjangan antara sebuah syaraf (neuron) dan sebuah otot
atau sari neuron ke neuron. Karena getaran syaraf (sinyal)
mencapai suatu sypapse, sinyal itu merangang pembebasan asetilkolin.
Asetikholinesterase
adalah suatu enzim, terdapat pada banyak jaringan yang menghidrolisis
asetilkholin menjadi kholin dan asam asetat. Sel darah merah dapat mensintesis
asetilkholin dan bahwa kholin asetilase dan asetilkholinesterase keduanya
terdapat dalam sel darah merah. Kholin asetilase juga ditemukan tidak hanya di
dalam otak tetapi juga di dalam otot rangka, limpa dan jaringan plasenta.
Adanya enzim ini dalam jaringan seperti plasenta atau eritrosit yang tidak
mempunyai persyaratan menunjukkan fungsi yang lebih umum bagi asetilkholin dari
pada funsi dalam syaraf saja. Pembentukan dan pemecahan asetilkholin dapat
dihubungkan dengan permeabilitas sel. Perhatian lebih diarahkan pada sel darah
merah, telah dicatat bahwa enzim kholin asetilase tidak aktif baik karena
pengahambatan oleh obat-obatan maupun karena kekurangan subtrat, sel akan
kehilangan permeabilitas selektifnya dan mengalami hemolisis.
Asetilkholin
berperan sebagai jembatan penyeberangan bagi mengalirnya getaran syaraf.
Melalui sistem syaraf inilah organ-organ di dalam tubuh menerima informasi
untuk mempergiat atau mengurangi efektifitas sel. Pada sistem syaraf, stimulas
yang diterima dijalarkan melalui serabut-serabut syaraf (akson) dalam betuk
impuls.
Ketika
pestisida organofosfat memasuki tubuh manusia atau hewan, pestisida menempel
pada enzim kholinesterase. Karena kholinesterase tidak dapat memecahkan
asetilkholin, impuls syaraf mengalir terus (konstan) menyebabkan suatu twiching
yang cepat dari otot-otot dan akhirnya mengarah kepada kelumpuhan. Pada
saat otot-otot pada sistem pernafasan tidak berfungsi terjadilah kematian.
F. Gejala Keracunan Pestisida
Organofosfat
Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap
gejala yang timbul sangat bergantung pada adanya stimulasi asetilkholin
persisten atau depresi yang diikuti oleh stimulasi saraf pusat maupun perifer.
Gejala awal seperti salivasi, lakrimasi, urinasi dan diare (SLUD) terjadi pada
keracunan organofosfat secara akut karena terjadinya stimulasi reseptor
muskarinik sehingga kandungan asetil kholin dalam darah meningkat pada mata dan
otot polos.
Racun
pestisida golongan organofosfat masuk kedalam tubuh melalui pernafasan,
tertelan melalui mulut maupun diserap oleh tubuh. Masuknya pestisida golongan
orgaofosfat segera diikuti oleh gejala-gejala khas yang tidak terdapat pada
gejala keracunan pestisida golongan lain. Gejala keracunan pestisida yang
muncul setelah enam jam dari paparan pestisida yang terakhir, dipastikan bukan
keracunan golongan organofasfat.
Organofosfat
menyebabkan fosforilasi dari ester
acetylcholine esterase (sebagai choline esterase inhibitor ) yang bersifat
irreversibel sehingga enzim ini menjadi inaktif dengan akibat terjadi
penumpukan acetylcholine.
G. Cara Pencegahan Keracunan Pestisida
Pengetahuan
tentang pestisida yang disertai dengan praktek penyemprotan akan dapat
menghindari petani/penyemprot dari keracunan.
Ada
beberapa cara untuk meghindari keracunan antara lain.
1. Pembelian pestisida
Dalam
pembelian pestisida hendaknya selalu dalam kemasan yang asli, masih utuh dan
ada label petunjuknya
2. Perlakuan sisa kemasan
Bekas kemasan sebaiknya dikubur atau
dibakar yang jauh dari sumber mata air untuk mengindai pencemaran ke badan air
dan juga jangan sekali-kali bekas kemasan pestisida untuk tempat makanan dan
minuman.
3. Penyimpanan
Setelah menggunakan pestisida
apabila berlebih hendaknya di simpan yang aman seperti jauh dari jangkauan
anak-anak, tidak bercampur dengan bahan makanan dan sediakan tempat khusus yang
terkunci dan terhindar dari sinar matahari langsung.
4. Penatalaksanaan Penyemprotan
Pada pelaksanaan penyemprotan ini
banyak menyebabkan keracunan oleh sebab itu petani di wajibkan memakai alat
pelindung diri yang lengkap setiap melakukan penyemprotan, tidak melawan arah
angin atau tidak melakukan penyemprotan sewaktu angin kencang, hindari
kebiasaan makan-minum serta merokok di waktu sedang menyemprot, setiap selesai
menyemprot dianjurkan untuk mandi pakai sabun dan berganti pakaian serta
pemakain alat semprot yang baik akan menghindari terjadinya keracunan.
BAB IV
PENUTUP
A. Penutup
Pestisida Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik
di antara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada
manusia.Bila tertelan, meskipun hanya dalam jumlah sedikit, dapat menyebabkan
kematian pada manusia.Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam
plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim
tersebut secara normal menghidrolisis acetylcholine menjadi asetat dan kholin.
Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah acetylcholine meningkat dan berikatan
dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer.
Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada
seluruh bagian tubuh.
Pestisida
yang termasuk ke dalam golongan organofosfat antara lain : Azinophosmethyl,
Chloryfos, Demeton Methyl, Dichlorovos, Dimethoat, Disulfoton, Ethion,
Palathion, Malathion, Parathion, Diazinon, Chlorpyrifos.
B. Saran
Untuk mencegah
diri dari keracunan Pestisida
organofosfat ini sebaiknya di sarankan untuk melakukan Tindakan perawatan
spesifik bertujuan :
1. Pencegahan terjadinya keracunan
2. Mempertahankan
saluran pernafasan yang bersih
DAFTAR PUSTAKA
3. ]Djojosumarto P. Teknik Aplikasi
Pestisida Pertanian. Kanisius.Yoagyakarta.2008.
4. Prihadi.
Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan
Efek Kronis Keracunan Pestisida Organofosfat Pada Petani Sayuran di Kecamatan Ngablak
Kabupaten Magelang, PPs-UNDIP, Semarang,
2008.